Live Traffic

Our Story

Ceremony

Search

Just Married

Kisah Seorang Pemuda Kader Ahli Sihir (Ashabul Ukhdud)

by - February 26, 2010

Kisah Seorang Pemuda Kader Ahli Sihir

Oleh: Mochamad Bugi


dakwatuna.com – Dahulu ada ada seorang Raja mempunyai seorang Ahli
Sihir. Setelah Ahli Sihir itu tua, ia meminta kepada Raja agar
mengirimkan orang pemuda untuk dikader menjadi ahli sihir. Maka
dikirimlah kepadanya seorang pemuda -menurut riwayat Ibnu Ishak di
Sirah Ibnu Hisyam, nama pemuda ini Abdullah bin Tsamir–.

Di tengah perjalanan untuk belajar ilmu sihir, Pemuda itu berjumpa
dengan seorang Rahib. Lalu duduk sejenak dan mendengarkan kata-kata
sang Rahib hingga ia tertarik. Maka sejak itu setiap hari ia akan ke
tempat Ahli Sihir, ia singgah terlebih dahulu ke tempat sang Rahib
untuk mendengarkan ilmu yang diberikannya. Akibatnya, si Pemuda selalu
terlambat tiba di tempat Ahli Sihir. Gurunya, si Ahli Sihir, menghukum
pukul si Pemuda atas keterlambatannya.

Si Pemuda menceritakan kepada sang Rahib bahwa ia selalu dihukum guru
sihirnya karena selalu terlambat. Sang Rahib menyarankan, “Bilang
kepadanya, engkau menyelesaikan pekerjaan rumah dahulu. Kalau kamu
takut dimarahi keluargamu karena pulang terlambat, katakan kepada
mereka ada pekerjaan dari guru sihirmu.”

Suatu ketika dalam perjalanan si Pemuda bertemu dengan binatang yang
sangat besar dan membuat orang-orang takut. Ia berkata pada dirinya
sendiri, “Sekarang saatnya aku mencoba, siapakah yang lebih baik:
Rahib atau Ahli Sihir.” Lalu ia mengambil sebuah batu dan berucap, “Ya
Allah, jika yang benar bagimu adalah Rahib dan bukan Ahli Sihir, maka
bunuhlah binatang itu agar orang-orang tidak terganggu.” Ia lempar
batu itu. Kena. Binatang itu mati.

Segera si Pemuda menemui Rahib. Ia ceritakan semua peristiwa yang baru
terjadi. Sang Rahib berkata, “Anakku, hari ini engkau lebih baik dari
aku. Engkau akan mendapat cobaan. Janganlah engkau beritahu tentang
aku.”

Bersamaan dengan berjalannya waktu, si Pemuda memiliki keistimewaan.
Ia mampu menyembuhkan orang buta, mengobati penyakit kulit, dan
berbagai penyakit lainnya. Keahliannya ini sampai ke telinga seorang
Pengawal Raja yang buta. Pengawal Raja ini datang sambil membawa
banyak hadiah. “Jika engkau mampu menyembuhkanku, engkau mendapat
hadiah yang istimewa,” katanya.

Si Pemuda menjawab, “Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang
dapat menyembuhkan hanyalah Allah swt. Kalau engkau beriman kepada
Allah, aku akan berdoa agar Allah swt. menyembuhkanmu.”

Si Pengawal pun beriman. Allah swt. menyembuhkan matanya. Pulanglah ia
ke istana dan kembali bertugas mendampingin Raja seperti biasa. Tentu
saja Raja kaget. Pengawalnya sudah tidak buta lagi.

“Siapa yang menyembuhkanmu?” tanya Raja.

“Tuhanku,” jawab si Pengawal.

“Apakah ada Tuhan selain aku?” tanya Raja lagi.

“Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah,” jawab si Pengawal.

Raja marah. Ia memerintahkan pengawal-pengawalny a yang lain untuk
menyiksa si Pengawal beriman itu. Raja ingin tahu siapa orang di balik
perubahan akidah Pengawalnya itu. Maka tersebutlah nama si Pemuda.

Raja luar biasa murka. Si pemuda dipanggil untuk menghadap. Raja
berkata, “Wahai anak muda, sihirmu telah mampu menyembuhkan orang buta
dan orang yang terkena penyakit kulit. Engkau juga mampu melakukan
yang tak dapat diperbuat orang lain.”

Si Pemuda berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat
menyembuhkan hanya Allah swt.”

Mendengar jawaban itu Raja murka. Ia menyiksa Pemuda itu. Raja
menyiksanya terus menerus hingga tersebutlah nama sang Rahib sebagai
guru si Pemuda. Raja memerintahkan pengawal-pengawalny a untuk
menangkap sang Rahib. Setelah sang Rahib berhasil di hadirkan, Raja
berkata, “Keluarlah dari agamamu!” Sang rahib menolak. Ia dihukum
gergaji. Tubuhnya terbelah menjadi dua dari kepala hingga tubuh bagian
bawah.

Raja juga memerintahkan Pengawalnya yang telah beriman untuk keluar
dari keyakinan barunya, “Keluarlah dari agamamu!’ Si Pengawal menolak.
Ia pun dihukum gergaji. Tubuhnya terbelah menjadi dua, dari kepala
hingga ke tubuh bagian bawah.

Lalu Raja memanggil si pemuda. “Keluarlah kamu dari agamamu!” Si
Pemuda menolak. Raja menyuruh beberapa pengawalnya membawa Pemuda itu
ke atas gunung. “Jatuhkan dia dari puncak gunung kalau dia tidak mau
keluar dari keyakinannya.”

Setelah sampai di puncak gunung si Pemuda berdoa, “Ya Allah, tolonglah
aku dari mereka.” Gunung pun bergoyang. Para pengawal yang akan
mengeksekusi si pemuda itu jatuh. Mati.

Si Pemuda yang selamat datang kepada Raja. Raja heran, “Apa yang
mereka perbuat kepadamu?” “Aku telah diselamatkan oleh Allah swt.,”
tegas si Pemuda.

Maka Raja memerintahkan pengawalnya yang lain untuk membawa si Pemuda
ke tengah laut. Lemparkan jika ia tidak keluar dari agamanya, begitu
perintah Raja. Ketika sampai di tengah laut, si Pemuda berdoa, “Ya
Allah, tolonglah aku dari mereka.” Tiba-tiba perahu oleng. Terbalik.
Semua tewas tenggelam, kecuali si Pemuda.

Sekali lagi si Pemuda menghadap Raja. Raja terkejut, “Apa yang
terjadi?” Dengan tegas si Pemuda berkata, “Allah membinasakan mereka
dan menolong aku.” Lalu ia menambahkan, “Engkau tidak akan bisa
membunuhku kecuali engkau mengikuti saranku.”

“Apa itu?” tanya Raja.

“Kumpulkan rakyatmu di sebuah lapangan luas dan engkau salib aku di
sebatang kayu. Lalu panah aku dengan busur milikku sambil kau ucapkan
bismillah Rabb ghulam, dengan nama Allah Tuham pemuda ini. Jika engkau
lakukan itu, engkau akan berhasil membunuhku.”

Raja pun melakukan apa yang disarankan si Pemuda. “Bismillah Rabb
ghulam,” ucap Raja. Panah pun meluncur. Tepat menembus pelipis si
pemuda. Si pemuda meletakkan tangannya di pelipis yang terkena anak
panah. Ia pun menghembuskan nafas terakhir. Orang-orang yang
menyaksikan peristiwa itu berkata, “Kami beriman kepada Tuhannya
pemuda ini.”

Seseorang berkata kepada Raja, “Tidakkah engkau saksikan apa yang
engkau khawatirkan? Orang-orang telah beriman kepada Tuhannya pemuda
itu.”

Raja murka luar biasa. Ia memerintahkah tentaranya membuat parit lalu
mengisi parit itu dengan api yang membakar. “Yang tetap beriman kepada
Tuhannya pemuda itu, ceburkan ke dalam parit itu!” titah Raja terucap.
Maka, satu per satu orang-orang yang beriman kepada Tuhannya si Pemuda
diceburkan ke dalam parit berapi itu. Sampai giliran seorang wanita
yang menggendong anaknya. Ia ragu untuk mencebut ke dalam kobaran api.
Anaknya berkata, “Wahai ibu, sabarlah. Lakukan, engkau berada dalam
kebenaran.”

Begitulah, kisah orang-orang yang beriman sebelum kita. Rasulullah
saw. menceritakannya kepada kita seperti yang diriwayatkan Muslim
(3005), Tirmidzi (3340), Ahmad (6/17, 18), Nasa’i (11661), Ibnu Hibban
(873), Tharani (7319), Ibnu Abi Ashim (287). Mereka telah membuktikan
kebenaran iman mereka. Dan pasti akan tiba giliran kita untuk diuji?
Semoga Allah swt. mengokohkan iman di hati kita apa pun yang terjadi.
Amin.

Dalam Sirah Ibnu Hisyam, Tafsir Ibnu Katsir, dan Mu’jam Al-Buldan
disebutkan, jenazah Pemuda ini ditemukan di zaman Khalifah Umar bin
Khaththab. Jari si Pemuda tetap berada di pelipisnya seperti ketika ia
dibunuh. Penemuan ini terjadi saat seorang penduduk Najran menggali
lobang untuk suatu keperluan. Ketika tangan si Pemuda ditarik dan
dijauhkan dari pelipisnya, darah memancar dari luka panas. Jika
tangannya dikembalikan ke posisi semula, darah itu berhenti mengalir.
Di tangan si Pemuda tertulis kata-kata Rabbku adalah Allah. Mendengar
kabar itu, Umar bin Khaththab memerintahkan agar jasad di Pemuda
dibiarkan seperti semula.

Ibnu Katsir berkata, “Kisah itu terjadi antara masa Isa bin Maryam
a.s. dengan Rasul Muhammad saw., dan ini lebih mendekati. Wallahu
a’lam.”

– Kisah Ashabul Ukhdud –

http://dakwatuna.com

You May Also Like

0 comments